Kasus Pertama :
Bagaimana solusi
teknis jika adanya progress keterlambatan pekerjaan di lapangan terhadap
progress rencana yang telah dibuat.
1. Pengertian
Penyedia Jasa
Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang jasa
konstruksi menyebutkan bahwa penyedia jasa adalah orang perseorangan/badan yang
kegiatan usahanya adalah menyediakan layanan jasa konstruksi, yang terdiri dari
konsultan perencana, konsultan pengawas, dan kontraktor. Pengertian dari
masing-masing penyedia jasa akan dijelaskan sebagai berikut ini :
a. Konsultan perencana adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang
mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau
bentuk lain.
b. Konsultan pengawas adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pekerjaan sampai dengan selesainya
pekerjaan.
c. Kontraktor adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang dinyatakan ahli
yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lainnya.
2. Proses
Manajemen
Menurut Austen (1984), yang dimaksud dengan proses manaje men adalah
suatu proses untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan sumberdaya lainnya
untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen tergantung pada komunikasi yang
jelas, dan kemampuan untuk melontorkan pemikiran, gagasan, informasi serta
instruksi dengan cepat dan efektif diantara orang-orang yang keterampilan
teknis dan minatnya berbeda-beda. Proses manajemen atau sering juga disebut
Fungsi Manajemen, dalam satu kesatuan sebagai berikut dibawah ini :
a. Penempatan tujuan (goal setting). Penetapan tujuan merupakan tahapan
awal dari proses manajemen. Tujuan merupakan misi sasaran yang akan tercapai.
b. Perencanaan (planning). Perencanaan merupakan proses pemilihan
informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan dimasa yang akan datang
untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Staffing adalah proses manajemen yang berkenaan dengan pengerahan
(recruitment), penempatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja dalam
organisasi. Pada dasarnya prinsip dari tahapan proses manajemen itu adalah
menempatkan orang yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pas pada saat yang
tepat (right people, right position, right time).
d. Directing. Directing adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu kesatuan yang
sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan proses ini terkandung
usahausaha bagaimana memotivasi orang-orang agar dapat bekerja.
e. Supervising, Supervising didefinisikan sebagai interaksi langsung
antara individuindividu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja kerja
serta tujuan organisas i tersebut.
f. Pengendalikan (Controlling). Controlling yaitu panduan atau aturan
untuk melaksanakan aktifitas suatu usaha atau bagian-bagian lain dari usaha
tersebut untuk tercapainya tujuan yang telah disepakati.
3.
Kegiatan Proyek
Menurut Imam Soeharto (1993), suatu rangkaian kegiatan dapat dibedakan
atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah
suatu kegiatan terus menerus yang berulang dan berlangsung lama, sedangkan
kegiatan proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. Oleh
karena itu, suatu kegiatan proyek mempunyai awal dan akhir kegiatan yang jelas
serta hasil kegiatan yang bersifat unik. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kegiatan proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut ini :
a. Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan
akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang
terbatas.
b. Rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan produk
yang bersifat unik. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, yang ada
adalah proyek yang sejenis.
4. Tahapan
Proyek
Menurut Austen
(1984), tahapan utama proyek konstruksi terdiri dari 5 tahap, yaitu :
a. Tahap brifing bertujuan memungkinkan klien menjelaskan fungsi
proyek dan biaya yang diijinkan, sehingga para arsitek, insinyur, surveyor
kuantitas dan anggota lain kelompok perancang dapat secara tepat menafsirkan
keinginannya dan menafsirkan biaya. Yang harus dilakukan selama tahap brifing
adalah :
1) Menyusun
rencana kerja dan menunjuk para perancang dan ahli;
2) Mempertimbangkan
kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan, merencanakan rancangan,
taksiran biaya, persyaratan mutu;
3)
Mempersiapkan : Program data departemen, program data ruangan,
jadwal waktu, sketsa dengan skala 1 : 1000, 1 : 1500 atau 1 : 2000, yang
menggambarkan denah dan batas-batas proyek, taksiran biaya dan implikasinya dan
rencana pelaksanaan.
b. Tahap perencanaan dan perancangan bertujuan untuk melengkapi
penjelasan proyek dan menentukan tata letak, rancangan, metode kons truksi dan
taksiran biaya agar mendapat persetujuan yang perlu dari klien dan pihak berwenang
yang terlibat. Kegiatan pada tahap ini meliputi :
1).
Mengembangkan ichtisar proyek menjadi penyelesaian akhir.
2). Memeriksa
masalah teknis
3). Meminta
persetujuan dari klien
4).
Mempersiapkan rancangan sketsa/pra rancangan, termasuk taksiran biaya,
rancangan terinci, spesifikasi dan jadwal, daftar kuantitas, taksiran biaya
akhir, program pelaksanaan pendahuluan, termasuk jadwal waktu.
a. Tahap pelelangan (tender) menunjuk kontraktor
bangunan, atau sejumlah kontraktor yang akan melaksanakan konstruksi. Kegiatan
pada tahap ini untuk mendapatkan penawaran dari para kontraktor untuk
pembangunan gedung dan untuk menyerahkan kontrak. Dalam tahap ini klien terkait
kuat pada sebagian besar pengeluaran proyek, jadi prosedur serta proses harus
didifinisikan secara cermat dan ketat.
b. Tahap konstruksi atau tahap pelaksanaan pembangunan
bertujuan membangun bangunan dalam batasan biaya dan waktu yang telah
disepakati, mutu yang telah disyaratkan. Kegiatan dalam tahap ini adalah :
merencana, mengkoordinasi dan mengendalikan operasi lapangan.
c. Tahap persiapan penggunaan bertujuan menjamin
agar bangunan yang telah selesai dibangun sesuai dokumen kontrak, dan semua
fasilitas bekerja sebagaimana mestinya. Kegiatannya adalah :
1).
Mempersiapkan catatan pelaksanaan
2). Meneliti
bangunan dengan cermat dan memperbaiki kerusakan
3). Menguji
sifat kedap air bangunan
4). Memulai
menguji dan menyesuaikan semua fasilitas
5).
Mempersiapkan petunjuk operasi serta pedoman pemeliharaan
6). Melatih
staff
Sedangkan
menurut Dipohusodo (1996) tahapan konstruksi dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
a. Tahap pengembangan konsep, adapun kegiatan yang
dilakukan dalan tahap ini adalah melakukan survey pendahuluan dengan
investigasi lapangan dimana proyek akan dilaksanakan. Hal ini akan
mengungkapkan informasi-informasi yang sangat diperlukan dalam pembuatan konsep
proyek. Seperti misalnya informasi mengenai upah tenaga kerja setempat, harga
material, perizinan pemerintah setempat, kemampuan penyedia jasa setempat baik
kontraktor maupun konsultan, informasi mengenai iklim disekitar lokasi proyek
yang digunakan untuk menganti sipasi kendala yang dapat diakibatkan oleh cuaca
dan lain sebagainya.
a. Tahap perencanaan, adapun kegiatan yang
dilakukan adalah pengajuan proposal, survey lanjutan, pembuatan desain
awal/sketsa rencana (preliminary design) dan perancangan detail (detail
design), keempat kegiatan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
hasil kegiatan pertama akan berpengaruh pada kegiatan kedua dan selanjutnya.
Tujuan dari tahap ini sebenarnya untuk mendapatkan rencana kerja final yang
memuat pengelompokan pekerjaan dan kegiatan secara terperinci. Adapun sasaran
pokok rencana kerja final adalah :
1) Dengan
menggunakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan maka akan didapat harga
kontrak konstruksi dan material yang lebih pasti, bernilai tetap dan bersaing,
sehingga tidak akan melewati batas anggaran yang tersedia.
2) Pekerjaan
akan dapat diselesaikan sesuai dengan kualitas dan dalam rentang waktu seperti
yang telah direncanakan atau ditetapkan.
b. Tahap pelelangan, kegiatan yang dilakukan adalah
kegiatan administrasi untuk pelelangan sampai dengan terpilihnya pemenang
lelang.
c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi, dalam tahap ini
adapun kegiatan yang dilakukan antara lain persiapan lapangan, pelaksanaan
konstruksi fisik proyek sampai dengan selesainya konst ruksi itu sendiri. Salah
satu kegiatan yang cukup penting pada saat pelaksanaan konstruksi fisik adalah
kegiatan pengendalian biaya dan jadwal konstruksi, untuk pengendalian biaya
konstruksi hal-hal yang harus diperhatikan adalah alokasi biaya untuk sumber
daya proyek mulai dari tenaga kerja, peralatan sampai dengan material konstruksi,
sedangkan pengendalian jadwal diupayakan agar setiap kegiatan dalam proyek
berjalan sesuai dengan yang direncanakan, dalam hal ini semua pihak yang
terlibat diharapkan bisa menggunakan berbagai sumber daya yang dimiliki agar
tujuan proyek tercapai dengan baik.
d. Tahap pengoperasian, setelah konstruksi fisik selesai
maka penyedia jasa akan menyerahkannya kepada pengguna jasa untuk dioperasikan,
dalam tahap ini penyedia jasa masih memiliki tanggung jawab untuk memelihara
bangunan tersebut sesuai dengan perjanjian.
5. Tahapan
Pelaksanaan
Menurut Austen (1984), kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini
adalah merencanakan, mengkoordinasi, dan mengendalikan semua operasional
dilapanagan. Perencanaan dan pengendalian proyek secara umum meliputi 4 macam :
a. Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu
proyek
b. Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan
c. Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja
d. Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material
Koordinasi
seluruh operasi dilapangan meliputi 2 macam :
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan pembangunan,
baik untuk bangunan sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas
dan perlengkapan yang terpasang.
b. Mengkoordinasi para sub kontraktor ( dari
Jadwal, Perubahan Pekerjaan, Peraturan Pemerintahan, Pengadaan Bahan dan
Alat, Kualitas tenaga, Kualitas bahan dan alat, Pemeriksaan dan Pengawasan
Perencanaan dan spesifikasi teknis Lokasi Proyek, Produktifitas, Jadwal
Konstruksi, Ekonomi Biaya Tinggi, Rekayasa Nilai, Pelatihan Pekerja).
Sedangkan masalah-masalah yang berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan
konstruksi lebih banyak disebabkan oleh mekanisme penyelenggaraan seperti
keterlambatan pengadaan material dan peralatan, keterlambatan jadwal
perencanaan, perubahan-perubahan pekerjaan selama berlangsungnya konstruksi,
kelayakan jadwal konstruksi, masalah-masalah produktifitas, peraturan-peraturan
dari pemerintah mengenai keamanan perencanaan dan metode konstruksi, dampak
lingkungan, kebijakan dibidang ketenaga kerjaan dan lain sebagainya.
6. Pengertian
Keterlambatan
Pengertian
keterlambatan menurut Ervianto (2005) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang
tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga menyebabkan satu
atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat
sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996), jika
suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah
ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat
dikatakan pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada
perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi
dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau
meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klien atau
owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek
lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa
bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain
sebagainya serta mengurangi keuntungan. Menurut Callahan (1992), keterlambatan
(delay) adalah apabila suatu aktifitas atau kegiatan proyek konstruksi
mengalami penambahan waktu, atau tidak diselenggarakan sesuai dengan rencana
yang diharapkan. Keterlambatan proyek dapat diidentifikasi dengan jelas melalui
schedule. Dengan melihat schedule, akibat keterlambatan suatu kegiatan terhadap
kegiatan lain dapat terlihat dan diharapkan dapat segera diantisipasi. Dari
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami keterlambatan
apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa pada
tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan suatu
alasan tertentu.
7. Penyebab
Keterlambatan
Dalam suatu
proyek konstruksi banyak yang mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan
meningkatnya waktu dari suatu kegiatan ataupun mundurnya waktu penyelesaian
suatu proyek secara keseluruhan. Beberapa penyebab yang paling sering terjadi
antara lain : perubahan kondisi lapangan, perubahan desain atau spesifikasi, perubahan
cuaca, ketidak tersedianya tenaga kerja, material, ataupun peralatan. Dalam
bagian ini akan diterangkan beberapa pendapat para ahli mengenai
penyebab-penyebab keterlambatan. Menurut Levis dan Atherley dalam Langford
(1996) mencoba mengelompokkan penyebab-penyebab keterlambatan dalam suatu
proyek menjadi tiga bagian yaitu :
a. Excusable Non-Compensable Delays, penyebab
keterlambatan yang paling sering mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek pada
keterlambatan tipe ini, adalah :
1) Act
of God, seperti gangguan alam antara lain gempa bumi, tornado, letusan gunung
api, banjir, kebakaran dan lain-lain.
2) Forse
majeure, termasuk didalamnya adalah semua penyebab Act of God, kemudian perang,
huru hara, de mo, pemogokan karyawan dan lain -lain.
3) Cuaca,
ketika cuaca menjadi tidak bersahabat dan melebihi kondisi normal maka hal ini
menjadi sebuah faktor penyebab keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusing
Delay).
b. Excusable Compensable Delays, keterlambatan ini
disebabkan oleh Owner client, kontraktor berhak atas perpanjangan waktu dan
claim atas keterlambatan tersebut. Penyebab keterlambatan yang termasuk dalam
Compensable dan Excusable Delay adalah:
1) Terlambatnya
penyerahan secara total lokasi (site) proyek
2) Terlambatnya
pembayaran kepada pihak kontraktor
3) Kesalahan
pada gambar dan spesifikasi
4) Terlambatnya
pendetailan pekerjaan
5) Terlambatnya
persetujuan atas gambar-gambar fabrikasi
c. Non-Excusable Delays, Keterlambatan ini
merupakan sepenuhnya tanggung jawab dari kontraktor, karena kontraktor
memperpanjang waktu pelaksanaan pekerjaan sehingga melewati tanggal
penyelesaian yang telah disepakati, yang sebenarnya penyebab keterlambatan
dapat diramalkan dan dihindari oleh kontraktor. Dengan demikian pihak owner
client dapat meminta monetary damages untuk keterlambatan tersebut. Adapun
penyebabnya antara lain :
1) Kesalahan
mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan
2) Kesalahan
mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan
3) Keterlambatan
dalam penyerahan shop drawing/gambar kerja
4) Kesalahan
dalam mempekerjakan personil yang tidak cakap
Penelitian
mengenai keterlambatan yang dilakukan oleh Levis dan Atherley dalam Langford
(1996) pada 30 proyek bangunan gedung di India, yang dibangun antara tahun 1978
sampai tahun 1992 telah dapat mengidentifikasi beberapa penyebab keterlambatan,
yaitu antara lain :
a. Keterlambatan pembayaran oleh client owner
b. Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek oleh kontraktor
c. Kesalahan pengelolaan material oleh kontraktor
d. Kekurangan tenaga kerja oleh kontraktor
e. Hujan deras/lokasi pekerjaan yang tergenang air
f. Keadaan tanah yang berbeda dari yang diharapkan
g. Pekerjaan tambahan yang diminta oleh client owner
h. Perubahan dalam pekerjaan plumbing, struktur,
elektrikal
i. Kesalahan dalam perencanaan dan
spesifikasi
j. Ketidak jelasan perencanaan dan
spesifikasi
k. Perubahan-perubahan dalam perencanaan dan spesifikasi
l. Perubahan metode kerja oleh kontraktor
m. Kesalahan dalam mengenterprestasikan gambar atau spesifikasi
n. Perencanaan schedule pekerjaan yang kurang baik oleh
kontraktor
o. Produktifitas yang kurang optimal dari kontraktor
p. Perubahan scope pekerjaan konsultan
q. Pemogokan yang dilakukan oleh kontraktor
r. Memperbaiki pekerjaan yang sudah selesai
s. Memperbaiki kerusakan suatu pekerjaan akibat
pemogokan
t. Terlambatnya persetujuan shop drawing
oleh konsultan
Sedangkan
menurut Assaf (1995), faktor -faktor penyebab keterlambatan pada proyek
konstruksi bangunan gedung yang disebabkan oleh faktor bahan material adalah :
1) Kekurangan
bahan/material konstruksi
2) Perubahan
tipe dan spesifikasi material
3) Lambatnya
pengirimsn msterisl
4) Kerusakan
material akibat penyimpanan
8. Tipe
Keterlambatan
Jervis (1988),
mengklasifikasikan keterlambatan menjadi 4 type :
a. Excusable delay, yaitu keterlambatan kinerja
kontraktor yang terjadi karena faktor yang berada diluar kendali kontraktor dan
owner. Kontraktor berhak mendapat perpanjangan waktu yang setara dengan
keterlambatan tersebut dan tidak berhak atas kompensasinya.
b. Non Excusable delay, yaitu keterlambatan dalam
kinerja kontraktor yang terjadi karena kesalahan kontraktor tidak secara tepat
melaksanakan kewajiban dalam kontrak. Kontraktor tidak berhak menerima
penggantian biaya maupun perpanjangan waktu.
c. Compensable delay, keterlambatan dalam kinerja
kontraktor yang terjadi karena kesalahan pihak owner untuk memenuhi dan
melaksanakan kewajiban dalam kontrak secara tepat. Dalam hal ini kontraktor
berhak atas kompensasi biaya dan perpanjangan waktu.
d. Concurrent delay, yaitu keterlambatan yang terjadi
karena dua sebab yang berbeda. Jika excusable delay dan compensable delay
terjadi berbarengan dengan non excusable delay maka keterlambatan akan menjadi
non excusable delay. Jika compensable delay terjadi berbarengan dengan
excusable delay maka keterlambatan akan diberlakukan sebagai excusable delay.
Menurut Donal S Barie (1984), keterlambatan dapat disebabkan oleh pihak-pihak
yang berbeda, yaitu :
1) Pemilik
atau wakilnya (Delay caused by owner or his agent). Bila pemilik atau wakilnya
menyebabkan suatu keterlambatan, katakan misalnya karena terlambat pemberian
gambar kerja atau keterlambatan dalam memberikan persetujuan terhadap gambar,
maka kontraktor umumnya akan diperkenankan untuk mendapatkan perpanjangan waktu
dan juga boleh mengajukan tuntutan yang sah untuk mendapatkan kompensasi
ektranya.
2) Keterlambatan
oleh pihak ketiga yang diperkenankan (Excusable triedparty delay). Sering
terjadi keterlambatan yang disebabkan oleh kekuatan yang berbeda diluar
jangkauan pengendalian pihak pemilik atau kontraktor. Contoh yang umumnya tidak
dipersoalkan lagi diantaranya adalah kebakaran, banjir, gempa bumi dan hal yang
lain disebut sebagai “tindakan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Hal-hal lainnya yang
sering kali menjadi masalah perselisihan meliputi pemogokan, embargo untuk
pengangkutan, kecelakaan dan keterlambatan dalam menyerahkan yang bisa
dimengerti. Termasuk pula yang tidak dapat dimasukkan dalam kondisi yang telah
ada pada saat penawaran dilakukan dan keadaan cuaca buruk. Dalam hal ini dapat
disetujui, tipe keterlambatan dari tipe-tipe ini umumnya menghasilkan
perpanjangan waktu namun tidak disertai dengan konpensasi tambahan.
3) Keterlambatan
yang sebabkan kontraktor (contractor-caused delay). Keterlambatan semacam ini
umumnya akan berakibat tidak diberikannya perpanjangan waktu dan tiada
pemberian suatu konpensasi tambahan. Sesungguhnya pada situasi yang ektrim maka
hal-hal ini akan menyebabkan terputusnya ikatan kontrak.
9. Dampak
Keterlambatan
Menurut Lewis
(1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah
keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi
proyek atau meningkatkan biaya maupun keduaduanya. Adapun dampak keterlambatan
pada owner adalah hilangnya potensial income dari fasilitas yang dibangun tidak
sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya
kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya
tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran untuk gaji
karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan. Obrein JJ (1976),
menyimpulkan bahwa dampak keterlambatan menimbulkan kerugian :
a. Bagi pemilik, keterlambatan menyebabkan
kehilangan penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah bisa digunakan atau
disewakan.
b. Bagi kontraktor, keterlambatan penyelesaian proyek
beranti naiknya overhead karena bertambah panjang waktu pelaksanaan, sehingga
merugikan akibat kemungkinan naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah
buruh, juga akan terta hannya modal kontraktor yang kemungkinan besar dapat
dipakai untuk proyek lain.
c. Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami
kerugian waktu, karena dengan adanya keterlambatan tersebut konsultan yang
bersangkutan akan terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya.
10. Mengatasi
Keterlambatan
Menurut
Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul gejala
kelangkaan periodik atas material-material yang diperlakukan, berupa material
dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import. Cara penanganannya sangat
bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang ditangani langsung oleh
staff khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian porsi tanggung jawab
diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor, sehingga penawaran
material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor, pemasok atau agen,
importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan
dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan
adalah :
a. Mengerahkan sumber daya tambahan
b. Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya-upaya lain
untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana
c. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana
semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai
dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.
d. Membuat prosedur pembuatan dan perubahan gambar
e. Membuat jadwal yang realistis
f. Melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik
dengan owner
g. Melakukan pengawasan terhadap penjadwalan
h. Pemenuhan persyaratan pembayaran
i. Pembuatan chek list yang komprehensif
Menurut
Ahyari (1987), untuk mengatasi keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok
mengalami suatu hal, maka perlu adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan
daftar prioritas pemasok, tidak cukup sekali disusun dan digunakan
selanjutnaya. Daftar tersebut setiap periode tertentu harus diadakan evaluasi
mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan pada waktu yang lalu.
Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari karakteristik pola
kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang rusak. Sedangkan
menurut Donal S Baffie (1990), sekalipun sudah dipergunakan prosedur yang
terbaik, namun permasalahan akan timbul juga. Kadang-kadang terjadi suatu
perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang memerlukan barang kritis harus
lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal yang sudah disetujui
sebelumnya. Keterlambatan lain mungkin timbul dari pihak pemasok atau
kontraktor, atau pada proses pengiriman dan lain-lain. Tugas dari ekspeditur
profesional yang berpengalaman adalah menentukan cara yang efektif dalam
menjaga agar pengadaan barang tetap sesuai jadwal yang telah diteta pkan dengan
pengaruh kerugian sekecil mungkin. Bila suatu material tidak dapat diperoleh
lagi atau menjadi sangat mahal, maka spesialis pengadaan harus mengetahui tempat
memperoleh material pengganti (substitusi) yang akan dapat memenuhi atau
melampaui persyaratan aslinya.
Berikut contoh
kurva yang Kasusnya pada minggu ke 9 sampe minggu ke 12 mengalamai
keterhambatan progres yang telah di buat sebeleumnya dan pada minggu ke 13
terjadi peningkatan pengerjaaan volume pekerjaan untuk mengejar keterlambatan
progres sebelumnya. Contoh kurva S di bawah sebagai berikut
Komentar
Posting Komentar